Assalammualaikum Wr Wb,
...
'Maka , bila Anda mempunyai anak, teman atau Anda sendiri yang senang bereksperimen dengan kamera (baik Handphone kamera maupun Handycam Camera) mari bersama mengucapkan janji dibawah ini :
“DEMI MASA DEPAN KITA DAN INDONESIA YANG LEBIH BAIK, KAMI BERJANJI, TIDAK AKAN BUGIL DI DEPAN KAMERA!”
(Janji ini telah dimulai sebagai sebuah gerakan pada bulan Januari 2007, disebuah acara diskusi bersama mahasiswa FISIKOM UPN Jogjakarta. Embrio gerakan ini berusaha menyebarkan pesan untuk tidak terjebak dalam arus pornografi)
Ajak teman, saudara, anak, ayah, ibu dan siapa saja untuk mengucapkan janji di atas. Stop penyebaran dan pembuatan cuplikan film porno Indonesia. Selamatkan Generasi kita. Selamatkan Anak Muda Indonesia !'
...
Ukhti, kalimat diatas saya quote dari sebuah blog milik mas Sony Set (seorang penulis) setelah beberapa waktu lalu tidak sengaja mampir lantas membacanya. Awalnya saya cuek, maklum problema pornografi sepertinya sudah terlalu biasa jadi bahan bahasan tetapi tetap saja belum selesai-selesai perkaranya.
Tadinya saya berfikir naif bahwa pornografi itu sejenis penyakit orang dewasa yang secara kebetulan remaja dan anak-anak ikut kena imbas, itu saja. Tetapi, ternyata bisa lebih dari itu, pornografi bisa membentuk karakter. Setidaknya itu yang aku pahami dari penjelasan pakar media massa ibu Nina M Armando kemarin di seminar 'Aku, ortu, sekolah & Sekitarku' Sebuah Talkshow mengupas ke 'aku' an anak dan remaja menuju sinkronisasi pendidikan di rumah dan di sekolah di D'Best function hall sabtu 2 juni.
Ibu Nina menyampaikan bahwa sekarang ini sejalan dengan kemajuan teknologi terutama teknologi komunikasi, telanjang didepan kamera (HP) sudah bukan hal yang aneh bagi remaja.
Gubrakzz!! (Aku yang mendengarkan beliau dari pinggir panggung karena kebagian tugas tambahan sebagai MC keringetan, jujur!. Bukan karena AC-nya kurang dingin, tapi lebih karena terkejut)
Menurut beliau, pelakunya sebagian besar remaja putri yang tadinya memamerkan aurat hanya sekedar iseng dan dikirim ke teman dekat tetapi kemudian menyebar luas.
Lho? Isengkah? Memamerkan aurat itu iseng?
Duh, gusti.
Ketika hal itu sudah jadi karakter, masya Allah...
Jadi paham banget kenapa beberapa waktu silam rekan guru di Al Ikhlas curhat sambil menyeringai sedih,
'Bu, tahu ga... kemarin waktu debat dikelas komputer aku tanya anak-anak apa salah satu keuntungan kemajuan IT (Informasi dan Tekhnologi), eh anakmu itu si Catherine teriak begini 'untuk nyari alat orgasme, bu'
Nah kalo gini aku ga yakin ribuan contoh dan nasihat apalagi larangan yang mereka terima di kelas Pendidikan Agama Islam bisa nempel dikepala mereka.
Duh, ukhti... kita-kitakan nanti calon ibu atau sudah jadi ibu... bagaimana ini?
Kiranya petikkan tulisan diawal bisa jadi penyemangat untuk mematikan pornografi mulai dari lini terawal, yaitu diri sendiri dan keluarga.